Negara Islam, Adakah Konsepnya??

Oleh : KH Abdurrahman Wahid

Ada pertanyaan sangat menarik untuk diketahui jawabannya; apakah sebenarnya konsep Islam tentang negara? Sampai seberapa jauhkah hal ini dirasakan oleh pemikir Islam sendiri? Dan, apakah konsekuensi dari konsep ini jika memang ada? Rangkaian pertanyaan diatas perlu diajukan disini, karena dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak diajukan pemikiran tentang Negara Islam, yang berimplikasi pada orang yang tidak menggunakan pemikiran itu dinilai telah meninggalkan Islam.

Jawaban-jawaban diatas rangkaian pertanyaan itu dapat disederhanakan dalam pandangan penulis dengan kata-kata : Tidak ada. Penulis beranggapan, Islam sebagai jalan hidup (syari’ah) tidak memiliki konsep yang jelas tantang Negara. Mengapakah Penulis beranggapan demikian??? Karena sepanjang hidupnya, penulis telah mencari dengan sia-sia makhluk yang dinamakan Negara Islam itu. Sampai hari inipun ia belum menemukannya, jadi tidak salahlah jika disimpulkan memang Islam tidak memiliki konsep bagaimana negara harus dibuat dan dipertahanan. Read the rest of this entry »

Syekh Yasin al-Fadani dan Nasionalisme Indonesia

Oleh Ulil Abshar Abdalla

Informasi dari Martin van Bruinessen ini menarik karena memperlihatkan sosok Syekh Yasin bukan saja sebagai seorang alim yang mempertahankan doktrin Sunni di tanah haramain, tetapi juga seorang nasionalis yang memiliki kecintaan pada tanah air. Tahun saat madrasah Dar a-’Ulum itu berdiri, yakni 1934, jelas merupakan periode di mana gerakan-gerakan nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan di tanah air sedang mencapai tahap kematangan.

Kemanapun orang Padang pergi, di situ akan berdiri warung makan, begitulah kesan umum di masyarakat. Tetapi kaidah ini tidak berlaku bagi tokoh yang akan saya ulas dalam tulisan ini, yakni Syekh Yasin al-Fadani. Ia menuntut ilmu hingga jauh ke Mekah dan merintis sebuah madrasah yang mencetak banyak ulama dari Indonesia. Read the rest of this entry »

Teori proyeksi dalam studi hadis: kritik atas Hizbut Tahrir

Oleh : Ulil Abshar-Abdalla

TEMAN-teman yang akrab dengan studi Islam yang dikembangkan oleh orientalis di dunia akademia Barat sudah tentu mengenal teori proyeksi yang dikembangkan mula-mula oleh Ignaz Goldziher, diteruskan oleh Joseph Schacht, dan kemudian diradikalkan lagi dalam studi Quran oleh John Wansbrough.

Inti teori ini adalah bahwa banyak hadis sebetulnya muncul dan “dibuat” belakangan sebagai bagian dari debat-debat di kalangan ahli fikih perdana, kemudian dinisbahkan ke belakang (projected back) kepada Nabi. Kasus kongkretnya adalah: misalkan saja seorang ahli fikih sedang berdebat tentang suatu hukum. Lalu ia “menciptakan” sebuah hadis guna memberikan legitimasi dan otoritas pada pedapatnya itu, dan menisbahan hadis “buatan”-nya itu kepada Nabi. Read the rest of this entry »

Tentang Hizbut Tahrir di Indonesia

Oleh : Ulil Abshar-Abdalla

MUNGKIN sebagian teman-teman heran, kenapa saya seperti terobsesi untuk melakukan kritik terhadap kelompok bernama Hizbut Tahrir (HT), kelompok yang didirikan oleh .

Ketika masih di Jakarta dulu, saya sering sekali melakukan “tour” ke sejumlah kampus untuk menghadiri sejumlah diskusi yang diadakan oleh beberapa kelompok mahasiswa. Selain ke kampus, saya juga sering mendatangi forum-forum diskusi di tingkat kabupaten.

Sungguh di luar dugaan saya, bahwa Hizbut Tahrir cukup mendapatkan pengaruh yang lumayan di sejumlah kampus. Kalau saya katakan “lumayan” bukan berarti besar sekali. Tetapi sebagai pemain baru, gerakan ini cukup sukses menanamkan pengarus di sejumlah kampus, seperti IPB di Bogor, misalnya. Read the rest of this entry »

Kritik kecil atas argumen aktivis Hizbut Tahrir

Oleh : Ulil Abshar-Abdalla

SAYA kerap mendengar pernyataan aktivis Hizbut Tahrir (HT), gerakan Islam yang dikenal dengan “mimpi besar” untuk menegakkan negara Islam internasional itu (dikenal dengan negara khilafah), bahwa fakta sosial tak bisa menjadi dasar landasan penetapan hukum.

Pernyataan ini pertama kali saya dengar dari jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, saat saya dan dia berbicara dalam sebuah diskusi di Bogor sekitar enam tahun yang lalu. Belakangan, aktivis HTI kerap mengulang-ulang argumen serupa. Rupanya, statemen ini menjadi semacam “refrain” di kalangan mereka. Read the rest of this entry »

Ilusi Khilafah Islam

Oleh Saidiman

Ketika Muhammad membangun komunitas politik di Madinah, dia tidak pernah mengemukakan satu bentuk pemerintahan politik standar yang harus diikuti oleh para penerusnya kemudian. Apa yang disebut politik Islami tidak lebih dari ijtihad politik para elit Islam sepeninggal Muhammad. Tidak ada mekanisme politik standar yang berlaku bagi pemerintahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Masing-masing terpilih melalui mekanisme politik yang berbeda. Pemerintahan-pemerintahan selanjutnya bahkan menjadi sangat lain, karena yang ada hanyalah pemerintahan berdasarkan garis keturunan.

Read the rest of this entry »